Wednesday, February 29, 2012

Cara Membuat Blog


Karena banyak yg bertanya tentang apa itu blog, maka agar lebih praktis saya tuliskan saja di sini info dasar blog bagi pemula. Tulisan ini berdasarkan cara pandang saya melihat teknologi blog yg sekarang lagi tumbuh pesat diminati tidak hanya kalangan awam, tapi juga mulai merambah ke kalangan intelektual dan akademisi serta selebritis Indonesia. Di luar negeri, blog sudah berkembang sejak lama. Kita saja yg memang suka ketinggalan.


1. Apa itu blog?

Blog adalah situs pribadi. Berbeda dg website yg setiap memposting harus susah payah memakai kode ekstensi .html .php, .asp, dll, blog merupakan otomatisasi dari semua ekstensi tsb. Sehingga karena sudah diotomatisasi, maka kita-kita semua yg lugu teknologi menjadi ostosmastis dapat memposting apa yg kita inginkan persis seperti kita memposting email ke teman atau ke milis.

Dan karena kemudahan inilah, maka semua orang yg tahu internet dapat membuat blog atau situs pribadi; sama halnya dg memiliki email. Tak heran apabila pemilik blog bervariasi: mulai dari pembantu rumah tangga, ibu rumah tangga, tukang jualan sayur di pasar klewer, cewek-cewek "ramah" di pasar senggol, sampai profesor dan menteri-menteri.

2. Bagaimana cara membuat blog?

Seperti halnya email, buat account dulu di free blog provider (pemberi hosting/domain blog gratis). Yg paling populer adalah http://www.blogger.com. Bagi Anda yg sudah agak melek-huruf teknologi bisa juga buat account di http://www.wordpress.com dan http://blogsome.com. Selain yg dua ini masih banyak penyedia blog gratis yg bisa Anda ketahui kemudian. Ikuti pentunjuk step-by-step ketika mendaftar.

3. Setelah selesai register/sign-up di http://blogger.com, anda dapat mulai memposting/mempublish apapun yg Anda inginkan di blog: mulai dari curhat, puisi, cerpen, tulisan serius sampai yg canda.


CARA MEMBUAT BLOG DI BLOGGER
Membuat blog di blogger.com sangatlah mudah.
Sekarang saya akan tunjukan cara untuk membuat sebuah account baru di blogger.com, yang 100% gratis. Saya merekomendasikan anda untuk membuat blog di blogger.com karena program ini sangat didukung penuh oleh google, sehingga apabila kita membuat blog disini maka google akan cepat mengindeks blog kita. Alhasil blog kita akan muncul dihalaman pencari google.

  • LANGKAH KE-1 (GETTING STARTED)

Silahkan anda kunjungi website www2.blogger.com

  • LANGKAH KE-2 (CREATE AN ACCOUNT)


Setelah page terbuka, silahkan anda klik CREATE AN ACCOUNT setelah anda klik, maka akan muncul form untuk mengisikan nama dan password. Silahkan isi dan anda harus selalu ingat username dan password yang anda isikan.
Jangan lupa untuk menceklist Term of service agreement.
Kemudian klik tombol panah "Continue" untuk melanjutkan ke langkah ke-3

  • LANGKAH KE-3 (NAME YOUR BLOG)


Bagian ini sangat penting, karena nama dari blog anda nantinya akan menjadi sebuah keyword.
TIPS: agar blog anda mudah terindex oleh search engine(mesin pencari), maka alangkah lebih bagusnya jika anda membuat sebuah kesamaan antara addres dan name dari blog anda!
Sekarang klik tombol panah ORANGE"Continue" untuk melanjutkan ke langkah ke-4

  • LANGKAH KE-4 (CHOOSE YOUR BLOG TEMLATE)


Sekarang anda haya tinggal selangkah lagi untuk mempunyai webblog buatan sendiri!!!
Disini anda ditujukan untuk memilih warna dan bentuk dari web anda. Silahkan pilih sesuai dengan topic dan selera anda.
OK jika anda sudah selesai memilih template, sekarang kita akan lanjut ke langkah berikutnya.
Sekarang klik tombol panah ORANGE"Continue" untuk melanjutkan ke langkah ke-5

  • LANGKAH KE-5 (GENERATE YOUR BLOG)


Sekarang blogger akan menciptakan blog anda. Setelah blog selesai dibuat, maka di browser anda akan ada tulisan "Your Blog Has Beeb Created" Klik start Posting untuk untuk membuat artikel/tulisan pertamamu.
Sekarang Isikan Judul artikel kamu pada kolom tile, dan tulis isi dari artikelmu di bawahnya!

SELAMAT!! sekarang anda sudah mempunyai blog sendiri dan sudah bisa dilihat dari penjuru dunia manapun :)
Read More..

KEPEMIMPINAN NAFSU (Dr. Djoko Hartono, M.Ag, M.M)


Berbicara masalah kepemimpinan nampaknya usianya hampir sama dan sudah terjadi sejak adanya manusia hadir di muka bumi, bahkan sebelum diciptakannya makhluk yang satu ini kepemimpinan sudah disebut-sebut oleh Sang Pencipta terlebih dahulu, seperti dialog antara Allah dengan malaikat tentang akan dihadirkan figur manusia yang akan menjadi khalifah (pemimpin) di muka bumi.
Ungkapan ini tentu telah kita jumpai pada semua kitab suci bagi penganut agama samawi (langit). Bahkan disebut-sebut dalam penganut Islam jagad raya ini diciptakan karena Yang Maha Kuasa akan menghadirkan pemimpin yang agung yang dikagumi di dunia Timur dan Barat bahkan seluruh jagad raya, yang beliau ternyata Nabi Muhammad SAW. Bahkan dalam kitab Syajaratul Kaun karya Ibnu Arabi dan Sirrul Asrar karya Abdul Qodir Jailany, Nabi SAW sendiri pernah mengatakan bahwa dirinya sudah menjadi Nabi (pemimpin) ketika masih dalam alam arwah dan Adam masih dalam keadaan diantara air dan tanah.  Hingga kemudian diciptakannya Adam dan Hawa sebagai manusia pertama yang hadir di muka bumi. Inilah yang mengawali proses kepeimimpinan yang dari dirinya lahir anak manusia yang banyak menjadi pemimpin di dunia ini dari golongan para Nabi dan Rasul Allah seperti Ibrahim, Musa, Sulaiman, Daud, Isa, yang kepemimpinan Nabi dan Rasul ini di akhiri Muhammad bin Abdullah SAW. Setelah itu bergulir diganti dengan para sahabat (khulafaurrosyidin) seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan ulama shalihin seperti Umar bin Abdul Aziz, Shalahuddin Al Ayyubi, Harun Arrasyid, dan yang lainnya hingga Ayatullah Komaini yang semua itu merupakan para ulama shalih dan cendikiawan muslim yang ternyata juga menjadi seorang pemimpin.
            Kronologi sejarah kepemimpinan dimuka bumi ini hendaknya perlu diingat kembali oleh rakyat dan bangsa Indonesia yang saat ini lagi aktual membicarakan proses suksesi kepemimpinan nasional, yang agaknya terus dibodohi, didangkalkan dan diombang-ambingkan kelompok tertentu yang anti dan takut hadirnya sosok figur ulama atau cendikiawan muslim menjadi seorang pemimpin di negeri yang besar ini. Rasa ketakutan itu terus dipropagandakan dengan cara membodohi umat dan rakyat yang mayoritas muslim dengan issu yang sudah menasional bahwa kepemimpinan ulama atau cendikiawan muslim tidak pantas di miliki bangsa Indonesia yang plural ini, dan akan lebih pas jika ulama atau cendikiawan muslim itu mengurusi pesantren, memimpin doa, bmemutar tasbih, bancaan, atau mengajar mahasiswa di perguruan tinggi. Hingga sangat ironi sekali sampai muncul komentar dari umat Islam sendiri di media cetak atau elektronika  yang mencerca figur ulama atau cendikiawan muslim yang siap maju mencalonkan presiden, yang sesungguhnya rakyat telah terkena propaganda kelompok yang jika ulama cendikiawan muslim naik menjadi presiden maka kelompok ini tak bisa mengembangkan dan menyuburkan KKN di negeri yang kaya raya ini.
            Untuk itu, sangat penting bagi rakyat Indonesia yang mayoritas muslim mengetahui lebih mendalam akan syarat-syarat figur yang patut dan boleh dijadikan pemimpin seperti yang telah pernah diisyaratkan dan diajarkan rasullulah SAW. Pengetahuan ini diperlukan agar rakyat tidak keliru memilih, akhibat propaganda kelompok yang tidak suka kepeimpinan muslim yang mengedepankan kejujuran dan keadilan. Jika kita menengok pendapat pakar politik dan aliran aqidah Islam Prof. DR. Imam Muhammad Abu Zahro, M.A dalam karyanya Tarikh Al-Madzahib Al-Islamiyah, maka kita temukan sedikitnya empat syarat yang harus dimiliki seseorang menjadi pemimpin itu yakni pertama, merupakan keturunan suku Quraisy yang jika kita jabarkan bisa jadi keturunan rasulullah atau paling tidak orang yang konsis terhadap ajaran beliau (ulama cendikia muslim); kedua yakni mendapat (baiat) atau dipilih oleh kelompok rakyat; ketiga yakni dipilih dari hasil musyawarah atau pemilu dari calon-calon yang diajukan kelompok-kelompok yang membaiat; keempat yaitu jujur dan adil sebab dengan kejujuran ini maka pemimpin akan berjalan menuju dan menggerakkan roda pemerintahan kearah kebaikan hingga terwujud keadilan dan kesejahteraan disemua golongan lapisan rakyat.
            Sebuah kasuistik yang kebetulan saat ini mencuat hingga mengurbankan capres dari ulama cendikia adalah soal capres cacat yang justru tidak disukai oleh umat Islam sendiri tanpa bermaksud mewajibkan memilihnya dan mengkampanyekannya agar ia dipilih, merupakan satu bentuk perilaku yang sangat disesalkan. Propaganda seperti yang telah ada saat ini betul-betul telah diterima umat Islam yang seharusnya tetap membiarkan capres ulama cendikia ini mengikuti proses seleksi rakyat, yang belum tentu juga terpilih menjadi presiden di negeri ini. Sungguh sikap ini akan menciutkan harapan anak bangsa yang saat ini sedang belajar di SLB dan tentu akan menambah kemalangan nasibnya. Mereka juga akan berfikir bahwa sudah tidak adalah lagi ruang bergerak dan harapan untuk anak-anak yang sedang belajar di SLB dikelak kemudian hari menjadi presiden dan pemimpin di negaranya sendiri. 
            Persoalan yang justru dihadapi umat dan rakyat yang mayoritas muslim ini harus dikembalikan pada ajaran Islam yang telah dibawah Nabi SAW agar umat tidak terus dibodohi, sehingga rakyat mendapat pencerahan dan agar tidak saling menyalahkan yang pada akhirnya terjadi perpecahan.
Sebenarnya kasuistik semacam ini pernah terjadi dimasa Nabi SAW masih hidup yang seharusnya menjadi pelajaran bagi rakyat yang mengaku sebagai muslim. Mengapa tidak, Nabi menunjuk dan menyuruh Ibnu Ummi Maktum yang matanya buta untuk menjadi pemimpin di Madinah. Di saat lain ketika Nabi dalam keadaan sakit dan tak dapat berdiri layaknya para sahabat yang sehat tetap juga menjadi pemimpin ketika sholat. Panglima Besar Jenderal Suderman juga tetap menjadi pemimpin tentara walaupun harus diusung dengan tandu oleh para bawahannya, yang justru oleh umat Islam sendiri persolan kecacatan capres  dipermasalahkan dalam suksesi kepemimpinan saat ini.
Adapun kalau rakyat yang mayoritas muslim ini mengacu pada masa Nabi SAW dan sejarah kepemimpinan dari awalnya hal ini syah-syah saja. Demikian pula pemimpin dalam urusan agama atau dalam keadaan cacat asal memiliki kemampuan jika dipih rakyat banyak untuk menjadi pemimpin disuatu negara, maka seharusnya tidak boleh ditolak.
            Untuk itu jika rakyat yang mayoritas muslim tidak segera mereposisi keputusan yang imgkar sunnah ini pada akhirnya bisa mewujudkan suksesi kepemimpinan dan membuahkan pimimpin yang mengedepankan nafsu, yang tentu akan bersikap seperti Fir’aun-Fir’aun dimasa Musa AS. Kalau memang ini harus terjadi maka benarlah forcasting para ulama khos yang mempridiksi bahwa kepemimpinan yang keenam ini akan terwujud kepeimpinan nafsu.
Analisis ulama khos ini tentu bukan tanpa dasar dan pijakan. Berlandaskan anasir tujuh unsur yang ada dan dimiliki manusia ini, maka yang keenam adalah unsur nafsu, sedang yang pertama body fisik (figur Soekarno-peletak pondasi), kedua roh atau jiwa (Soeharto-penerus dan menghidupkan), ketiga akal (Habibi), keempat hati (Gus Dur), kelima perasaan (Mega) dan ketujuh adalah nurani (satria panandita sinisihan wahyu).
Adapun kepemimpinan nafsu yang menjadi analisa ini kalaupun rakyat yang mayoritas mau kembali kepada sunnah maka yang akan muncul tentu bukan pemimpin yang dikendalikan nafsu negatif tapi sebaliknya tentu akan diwarnai dengan nafsu positif (mutmainnah), yang dengannyalah akan terjadi gerakan yang mengarahkan pemerintahan dengan bertujuan menciptakan kesejahteraan dan keadilan disemua lapisan dan golongan masyarakat, sesuai dengan cita-cita reformasi. 
Read More..

Sunday, February 26, 2012

Telah Terbit Buku Terbaru Karya Dr. Djoko Hartono, S.Ag, M.Ag, M.M & Drs. Musthofa, M.Pd.I dengan Judul "Mengembangkan Pendidikan Islam Informal"


Berbekal banyak pengalaman di lapangan yang cukup panjang sebagai pendidik, baik menjadi dosen di lingkungan pesantren, Umum, PTAI, guru di tingkat SD/MI/SMP/Mts/SMA/MA/SMK maka penulis buku ini berani mengkritik kondisi pendidikan di Indonesia.
Keberanian penulis buku ini mengkritik sekolah formal di Indonesia tentu didasarkan pada riset yang telah dijalaninya. Berangkat dari temuan-temuan di lapangan dari hasil riset terhadap sekolah informal yang ada di Kota Malang dan Salatiga maka menjadi nyata bahwa sudah saatnya di negeri ini para orang tua (masyarakat) harus berani untuk mengembangkan pendidikan informal sebagai model alternative. Hal ini sangat beralasan karena pendidikan formal di negeri ini banyak menyisahkan persoalan dan kelemahan.
Di antara persoalan itu yakni tidak ramah biaya. (Kak Seto, 2007). Dari hasil survey paling tidak sedikitnya ada 17 pungutan dana yang dibebankan kepada orang tua siswa. Banyaknya biaya yang dibebankan kepada orang tua siswa ini menunjukkan pendidikan gratis masih menjadi impian. (Irawan dkk , 2004)
Adapun kelemahan dari pendidikan/sekolah formal itu di antaranya yakni di samping mengandung manfaat lewat beban beratnya dalam mendidik generasi muda, sekolah pun banyak menimbulkan kerawanan yang nyaris membawa umat manusia ke dunia sia-sia, lemah, pasrah, serba bebas atau paganisme. Selanjutnya dampak negatif sekolah formal di antaranya berkembangnya sikap eksklusif, kecenderungan pada budaya Barat, munculnya kepribadian terbelah, salah kaprah tentang ijazah dan ujian, lahirnya sumber daya manusia mekanik (an-Nahlawi, 1995),  serta jauh dari sentuhan nilai-nilai Islami.
Buku ini sangat provokatif mengajak para pendidik, calon guru, masyarakat dan orang tua untuk berani merubah padangannya agar mau dan berani mendirikan, mengembangkan serta beralih pada pendidikan informal sebagai model alternatif mendidik anak-anaknya dan generasi bangsa ini kedepan. Mengapa harus ragu. Silahkan mencoba untuk mengembangkannya. 


Bagi yang berminat silahkan hubungi atau datang ke ponpes mahasiswa jagad 'alimussirry  Jl. Jetis Agraria 1/20 Wonokromo Surabaya Telp. 031 8286562 dengan harga Rp. 40.000,- (Persediaan Terbatas)
Read More..

Tuesday, February 21, 2012

Perlu Merekonstruksi Mindset Kaum Wanita (Kritik Atas Pemikiran Kristen F. Bauer) Oleh: Djoko Hartono


Ada kejanggalan dan kesan kontradiktif materi artikel yang disampaikan Mrs. Kristen F. Bauer orang pertama di konsulat jenderal AS di Surabaya dalam opini metropolis 24/11/2010. Untuk itu mengawali kritik atas tulisan pemikiran Mrs. Kristen F. Bauer, maka perlu kiranya melakukan analisis isi dari opini beliau sebagai konsep verbal komunikasi yang bersifat kampanye melawan kekerasan terhadap perempuan. Dalam ilmu-ilmu sosial analisis isi merupakan teknik pendekatan yang digunakan studi komunikasi untuk mengetahui hakekat, makna dan tujuan yang melandasi proses dinamika masyarakat yang melakukan pembicaraan, propaganda kampanye, baik dengan simbol-simbol, orasi langsung atau melalui penulisan serta apa efek yang menyertainya. Pelopor penerapan analisis isi adalah Lasswell, dkk dalam rangka memenuhi permintaan pemerintah Amerika selama PD II.
Berangkat dari analisis isi ini, maka muncul kritik jika dimungkinkan dalam rangka meluruskan kesadaran dan pemikiran yang dianggap tidak tepat. Dalam pandangan Habermas, kritisisme ditengarahi oleh kemampuan menjadikan unsur yang sebelumnya tidak disadari menjadi disadari sehingga mengubah determinisme kesadaran yang salah. Kritik mengemban tugas menjelaskan komunikasi yang mengalami distorsi. Untuk itu sebelumnya harus disiapkan rancangan ide agar tidak terjadi komunikasi yang keliru dan disimpangkan.
Pada alinea pertama Mrs. Kristen F. Bauer mengatakan bahwa ”Kekerasan terhadap perempuan terjadi di Indonesia ...dan ini penyebabnya kurangnya akses akan pendidikan, pelayanan kesehatan ...” dan seterusnya. Apa yang disampaikan Mrs.  Bauer nampaknya tidak semuanya benar. Di Indonesia pendidikan, pelayanan kesehatan sangat diperhatiakan bahkan sudah mulai digratiskan. Demikian pula pernikahan di bawah umur tidak dibenarkan dan dilarang oleh pemerintah. Kalaulah ada yang seperti dikatakan Mrs. Bauer tentu itu sifatnya kasuistik dan perlu dikomunikasikan pada subjeknya, mengapa ia diperlakukan tidak sebagaimana mestinya. Atau jangan-jangan wanita yang menjadi objek kekerasan karena ia sendiri memposisikan dirinya sebagai makhluk Tuhan yang tidak berdaya.
Walaupun tidak secara eksplisit menuduh kaum pria sebagai penyebab terjadinya kekerasan pada kaum wanita, namun secara implisit Mrs. Bauer mengarahkan penyebabnya adalah kelompok laki-laki. Dengan ungkapan dan kata-kata yang halus dan sopan dalam alinea kelima beliau berkata: ”Kita harus mendukung keterlibatan para pria dan remaja pria dalam mencegah kekerasan dan ... para pria bisa juga menjadi korban...”. Kalimat senada beliau ulangi lagi dalam alinea kesembilan untuk mencegah kekerasan terhadap perempuan yakni dengan melakukan kerjasama dengan LSM dan melibatkan para pria.
Kalau dicermati dari penjelasan di atas, nampak Mrs. Bauer tidak konsisten dengan tema besar yang diusungnya. Hakikat pemikiran yang dikampanyekan justru memiliki efek melemahkan posisi kaum wanita sendiri, seakan mereka tidak bisa lepas dari problem kekerasan yang menimpanya tanpa bantuan kaum pria karena dianggap yang menjadi aktor pelaku adalah pria dan yang bisa menghentikan juga kaum pria. Ini sama saja membangun (menkonstruk) pemahaman yang keliru dan mengokohkan mindset kaun wanita yang ada selama ini bahwa dirinya memang makhluk Tuhan yang lemah dan tak berdaya sehingga dirinya menjadi lebih tak berdaya dihadapan para pria.
Dalam kampanye melawan kekerasan berbasis gender, nampak jelas dalam alinea keenam, ketujuh, dan keempat belas, Mrs. Bauer menggunakan tiga simbul yang diunggulkan yakni resolusi dewan keamanan PBB nomor 1325, dan Amerika Serikat sebagai pemimpin pencapaian tujuan yang ditentukan dalam resolusi bersejarah tersebut serta menteri luar negeri AS Hillary Clinton.
Mrs. Bauer seharusnya tidak hanya mengedepankan resolusi DK PBB seperti tersebut di atas bagaikan kitab suci, hal ini karena jauh sebelum resolusi dewan keamanan PBB itu dicanangkan kitab suci atau ajaran agama yang ada di muka bumi ini tentu sudah mencanangkan melawan kekerasan terhadap perempuan dan menempatkan wanita memiliki peran yang sejajar dengan kaum laki-laki. Dikalangan orang Hindu dalam cerita pewayangan peran wanita ditonjolkan sebagai sosok Srikandi. Dalam agama samawi dikisahkan sosok Bunda Maria (agama Kriten) / Ibu Mariam dalam agama Islam yang mendapat penghargaan menjadi sebuah surat, di samping itu jenis kelamin wanita diabadikan sebagai nama surat yakni Surat an-Nisa’ (wanita) dalam kitab suci al-Qur’an.
Selanjutnya Mrs. Bauer, harusnya tidak mesuperiorkan AS sebagai pemimpin mencapai tujuan yang ditentukan dalam resolusi DK PBB itu dan menonjolkan menteri luar negeri AS Hillary Clinton yang seorang wanita. Justru sebaliknya sejatinya secara empirik yang menjadi pemimpin mewujudkan tujuan resolusi DK PBB tersebut sehingga harkat martabat perempuan menjadi terangkat salah satunya adalah negara Indonesia. Negara Indonesia tidak hanya mempunyai wanita-wanita yang mampu dan berani menunjukkan harkat martabatnya hingga menjadi  bupati, walikota, atau menteri. Wanita yang menjadi Presiden (Kepala Negara) pun telah ada di Indonesia dan ini belum terjadi di negara AS.
Beberapa langkah yang ditawarkan Mrs. Bauer untuk mengangkat harkat martabat wanita agar tidak dijadikan objek kekerasan nampaknya belum menyentuh core / subtansinya kecuali pada alinea pertama hanya sekedar himbauan agar kaum wanita diberi akses pendidikan yang baik dan pada alinea ketujuah beliau menawarkan agar kaum wanita melakukan aktivitas yang mampu memberikan kontribusi di setiap aspek yang ada. Pada alinea kesembilan dijelaskan dengan memberi pelatihan, bekerja sama dengan LSM dan melibatkan para pria dan melakukan kerja sama dengan pemuka agama.
Agar harkat martabat kaum wanita menjadi terangkat dan tidak dijadikan objek kekerasan dengan menawarkan langka-langka di atas nampaknya akan menjadi tidak bermakna, mandul dan tidak memberi efek positif selagi mindset kaum wanita tidak direkonstruksi. Kaum wanita akan menjadi tampil mengangkat harkat martabatnya sendiri dan akan mampu menghindari kekerasan yang menimpanya jikalau otaknya dicuci dari mindset yang sudah tertanam sebelumnya bahwa dirinya lemah, tak berdaya, makhluk nomor dua setelah laki-laki.
Sebaliknya yang perlu ditanamkan dalam mindset kaum wanita saat ini adalah  bahwa kaum wanita sejatinya patner kaum laki-laki yang memiliki soft power untuk menjadi khalifah / wakil Tuhan untuk pengelola jagad raya ini yang sejajar dengan kaum laki-laki sehingga terjadi kelangsungan kehidupan yang nyaman, aman, damai, tentram, makmur dan sejahtera penuh rahmat dan kasih sayang Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dengan merekonstruksi mindset seperti ini maka langkah-langkah dan jalan yang ditawarkan Mrs. Bauer sebagai kampanyenya untuk melawan kekerasan berbasis gender justru akan lebih cepat terwujud. Dengan mengedepankan dan menanamkan pemahaman bahwa sejatinya kaum wanita memiliki potensi yang luar biasa dan perlu dirinya memberdayakan potensi itu, serta dirinya sejatinya memiliki peran sejajar untuk menjadi patner kaum pria maka kaum wanita akan menjadi tergerak untuk terus mau mengkualitaskan dirinya dengan mengikuti pelatihan dan pendidikan yang telah ada.
Dengan memiliki pendidikan yang berkualitas dan kepercayaan diri yang tinggi maka kaum wanita menjadi berani melangkah untuk beraktivitas yang bermakna sehingga kaum wanita mampu menyumbangkan kontribusi yang signifikan mewujudkan peradaban dunia dengan tangan-tangan lembutnya. Kaum wanita tidak lagi merasa dirnya tidak berdaya dan tidak mampu melawan kekerasan jika tanpa bantuan kaum laki-laki. Kampanye melawan kekerasan berbasis gender seperti yang dilakukan Mrs. Bauer akan berhasil dan terwujud, sejatinya berpulang pada kaum wanita sendiri dengan langkah awal mau merekonstruksi mindset-nya. Selamat berjuang melawan kekerasan.

*)  Penulis: Dr. Djoko Hartono, M.Ag, M.M
Alumni Mahasiswa Program Doktor IAIN Sunan Ampel Sby.
Sekarang Sebagai Direktur Ponpes Mahasiswa Jagad ’Alimussirry Surabaya

Read More..

Pengembangan Manajemen Pondok Pesantren Dalam Menghadapi Globalisasi Oleh : Dr. Djoko Hartono, M.Ag, M.M


Stigma buruk akan manajemen pondok pesantren (ponpes) di negeri ini nampaknya belum lenyap betul. Jeleknya manajemen ponpes menyebabkan institusi pendidikan nonformal ini dianggap sebagai lembaga pendidikan yang tetap melanggengkan status qua-nya sebagai institusi pendidikan yang tradisional, konservatif, dan terbelakang. Anehnya institusi pendidikan ini tetap diminati masyarakat dan tetap eksis dari tahun ke tahun. Namun demikian tidak sedikit di antara ponpes yang ada, yang dulu memiliki banyak santri kemudian menjadi tidak berpenghuni. Hingga belakangan muncul ponpes tanpa santri.
Memasuki era globalisasi saat ini, keberadaan ponpes sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di negeri ini tentu harus dikelola (manaj) dengan lebih professional jika tidak ingin ditinggalkan masyarakat sebagai stakeholder. Arus global saat ini menjadikan dunia informasi dan pengetahuan semakin mudah diakses masyarakat. Untuk itu tidak menaruh kemungkinan ponpes yang dulu dijadikan pusat kajian keislaman dan pengamalannya sekaligus, pada saatnya menjadi tidak diminati dan ditinggalkan masyarakat sebagai pengguna jasa.
Hal ini sangat beralasan karena kecenderungan masyarakat saat ini dalam mengkaji, memahami dan mengamalkan ajaran keagamaan dari hasil penelitian penulis cenderung mengalami kesadaran. Mereka menjadi santri dalam ruang global, dalam dunia maya, yang kehadiarannya tanpa terikat dengan sekat dinding dan pagar yang tinggi mengelilingi dan membatasi aktivitas kesehariannya.
Dari hasil laporan penelitian yang penulis lakukan pada tahun 2009/2010 terhadap 30 kepala sekolah favorit yang bernuansa Islam di Surabaya menunjukkan bahwa mereka yang bukan alumni ponpes dengan jumalah 15 orang, pemahaman dan tingginya kesadaran untuk melaksanakan sebagian dari ajaran Islam (spiritualitas) cenderung hampir menyamai bahkan ada yang melebih baik dari mereka yang alumni ponpes yang jumlahnya 15 pula. (Hartono, 2011: 84)

Tabel. 1
Pemahaman dan Kesadaran Aktivitas Keagamaan

Bentuk Aktivitas
Alumni Ponpes
Bukan Alumni Ponpes
Salat Tahajud
12 Orang
10 Orang
Salat Duha
10 Orang
8 Orang
Salat Hajat
6 Orang
7 Orang
Puasa Senin Kamis
8 Orang
7 Orang

A.    Urgensi Pengembangan Manajemen Bagi Pondok Pesantren (Ponpes)
Para ahli nampaknya berpandangan tidak sama di dalam mendefinisikan manajemen itu sendiri. Untuk itu tidak mudah memberi arti universal yang dapat diterima oleh semua orang. Namun demikian kebanyakan para pakar menyatakan bahwa manajemen sejatinya merupakan suatu proses yang menggunakan kemampuan atau keahlian untuk mencapai tujuan dan dalam pelaksanaannya dapat mengikuti alur keilmuan secara ilmiah dan dapat pula menonjolkan kekhasan atau gaya manajer dalam mendayagunakan kemampuan orang lain.
Setiap pembicaraan yang di arahkan kepada manajemen maka yang terlintas seringkali adalah perusahaan-perusahaan besar, raksasa, maju, berkelas dunia. Sesungguhnya penerapan dan pengembangan manajemen yang baik dan professional bukan hanya dibutuhkan dan milik perusahaan-perusahaan yang sukses tersebut. Manajemen sejatinya merupakan bagian ilmu pengetahuan yang bersifat universal. Selain sebagai ilmu, manajemen sejatinya juga sebagai seni, yang eksistensinya juga dibutuhkan untuk semua tipe kegiatan yang diorganisasi dan dalam semua tipe organisasi. Dalam prakteknya manajemen dibutuhkan dan penting untuk dikembangkan di mana saja jika ada sekolompok orang bekerja bersama (berorganisasi) untuk mencapai tujuan bersama (Handoko, 1999: 3).
Manajemen dikatakan sebagai ilmu selain karena bersifat universal, ia mempergunakan kerangka ilmu pengetahuan yang sistematis, mencakup kaidah-kaidah, prinsip-prinsip dan konsep-konsep serta dapat diterapkan dalam semua organisasi manusia. (Handoko, 1999: 6)
Adapun menurut Mulyati dan Komariah (2009: 86) manajemen dikatakan sebagai ilmu karena menekankan perhatian pada keterampilan dan kemampuan manajerial menyangkut keterampilan/kemampuan teknikal, manusiawi, dan konseptual. Sedang manajemen sebagai seni karena tercermin dari perbedaan gaya (style) seseorang dalam menggunakan atau memberdayakan orang lain untuk mencapai tujuan. Selain sebagai ilmu dan seni, manajemen menurut Mulyati dan Komariah ternyata juga sebaga proses. Hal ini karena aktivitas manajemen ternyata membutuhkan langkah yang sistematis dan terpadu.
Untuk itu maka pengembangan manajemen tidak hanya berguna bagi organisasi yang berorientasi profit (bisnis). Pengembangan manajemen sejatinya juga berguna bagi organisasi seperti ponpes, rumah sakit, sekolah dan yang lain. Apun urgensi pengembangan manajemen ini sesungguhnya sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi yang diinginkan. Dengan manajemen, daya guna dan hasil guna unsur-unsur manajemen akan dapat ditingkatkan.(Hasibuan, 2001:1) Adapun unsur-unsur manajemen itu sendiri terdiri man, money, methode, machines, materials dan market serta spirituality. Keenam unsur ini sesungguhnya menjadi asset organisasi apa saja, yang jika dikelola (manaj) dengan baik tentu akan menghantarkan organisasi tersebut mencapai kesuksesan sesuai dengan tujuan yang diharapkan.  (Hartono, 2011: 8).
Selanjutnya menurut Handoko (1999: 6-7) urgensi pengembangan manajemen bagi sebuah organisasi termasuk di sini untuk ponpes yakni :
  1. Untuk mempermudah organisasi (ponpes) mencapai tujuan yang diharapkan.
  2. Untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan yang saling bertentangan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam organisasi seperti pemilik dan tenaga pendidik/kependidikan, peserta didik, orang tua, masyarakat, pemerintah dan yang lainnya.
  3. Untuk mencapai efisiensi dan efektifitas kerja organisasi dalam rangka meraih tujuan yang ada.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengembangan manajemen sangat urgen bagi ponpes dalam menghadapi globalisasi. Eksistensi manajemen sangat dibutuhkan ponpes itu sendiri. Karena tanpa manajemen, semua usaha akan menjadi sia-sia, tidak terarah dan pencapaian tujuan ponpes yang ada akan lebih sulit dan tidak optimal.

B.     Pengembangan Bidang-Bidang Manajemen Pondok Pesantren
Uraian di atas telah menyinggung tentang definisi manajemen yang di antara para pakar berbeda-beda dalam mendefinisikannya. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan Stoner (1982:8) bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, , pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Gulick (1965: 14) mendefinisikan bahwa manajemen adalah suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama untuk mencapai tujuan dan membuat system kerjasama ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan.
Menurut Gulick manajemen telah memenuhi persyaratan untuk disebut bidang ilmu pengetahuan, karena telah dipelajari untuk waktu yang lama dan telah diorganisasi menjadi suatu rangkaian teori. Teori-teori ini masih terlalu umum dan subjektif. Akan tetapi teori manajemen selalu diuji dalam praktek, sehingga manajemen sebagai ilmu akan terus berkembang. Sedang menurut Follett bahwa manajemen adalah seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Untuk itu manajemen sesungguhnya bukan hanya merupakan ilmu atau seni, tetapi kombinasi dari keduanya. Kombinasi ini tidak dalam proporsi yang tetap tetapi dalam proporsi yang bermacam-macam dan terus mengalami pengembangan.
11.  Manajemen kelas
12.  Manajemen system informasi dan teknologi
13.  Manajemen kurikulum
14.  Manajemen peserta didik
15.  Manajemen tenaga didik dan kependidikan
16.  Manajemen pesantren, orang tua dan masyarakat
17.  Manajemen kepemimpinan
18.  Manajemen lingkungan
19.  Manajemen sarana prasarana

 
Akibat pengembangan manajemen ini maka akan kita temui bidang-bidang manajemen yang meliputi :
  1. Manajemen sumber daya manusia
  2. Manajemen keuangan
  3. Manajemen produksi
  4. Manajemen pemasaran
  5. Manajemen perkantoran
  6. Manajemen risiko
  7. Manajemen mutu
  8. Manajemen konflik
  9. Manajemen perubahan
  10. Manajemen strategi

Bidang-bidang manajemen tersebut tentu dalam implementasinya bisa diterapkan dan dikembangkan dalam pondok pesantren (ponpes) sebagai lembaga pendidikan nonformal yang ada. Para pengasuh/pengelola ponpes akan lebih baik jika dalam menjalankan roda organisasi mampu mengelola bidang-bidang tersebut.
Lebih-lebih ponpes yang ada di arus globalisasi, harus terus berbenah diri dan siap melakukan perubahan jika tidak ingin ditinggalkan masyarakat sebagai stakeholder, pengguna jasa ponpes. Suka tidak suka semua akan merasakan dan hidup dalam era millennium ketiga ini. Dalam era ini wajah dunia dari hari ke hari kian berubah. Perubahan itu benar-benra kasat mata di sekitar kita.
Perubahan tersebut ditandai dengan adanya fenomena bangunan fisik, produk teknologi, mobilitas penduduk, media komunikasi, system transportasi, arus informasi, arus barang, jasa dan lainnya. Perubahan-perubahan ini tentu juga akan berpengaruh terhadap wajah peradaban umat manusia. (Sudarwan Danim, 2010: 1). Untuk itu ponpes sebagai institusi pendidikan Islam nonformal tertua di negeri ini nampaknya perlu juga mereposisi manajemen yang ada sebelumnya. Selanjutnya para pengelola/pengasuh ponpes harus berani dan mau mengembangkan manajemen yang ada guna mengantisipasi perubahan zaman saat ini dan yang akan datang.
Hal ini karena era sekarang dan masa mendatang menuntut manusia dan organisasinya memiliki daya adaptabilitas dan mutu yang tinggi untuk dapat eksis dan kompetitif. Mereka yang mampu menyiapkan diri dengan mutu yang tinggi akan menjelma menjadi pemenang. Sedang mereka yang tidak mampu menyiapkan diri maka akan menjadi kelompok yang kalah (losers).
Menyikapi fenomena dalam era globalisasi ini, KH. Sahal Mahfudz (1994) mengatakan bahwa, “Kalau pesantren ingin berhasil dalam melakukan pengembangan masyarakat, maka pesantren harus melengkapi dirinya dengan tenaga yang terampil mengelola (memanajemen) sumber daya yang ada di lingkungannya, di samping syarat lainnya. Pesantren harus tetap menjaga potensinya sebagai lembaga pendidikan”.
Untuk itu ponpes tidak boleh tergilas dengan zaman dan kemudian musnah. Ponpes dalam eksistensinya tidak boleh menutup (mengisolasi) diri dari perubahan dan perkembangan zaman, tetapi ponpes tetap harus berani menunjukkan eksistensi diri sebagai lembaga pendidikan Islam yang tetap memiliki kekhasannya. Dalam filosofi orang jawa dikatakan, “bakal teko jaman perubahan lan kemajuan, siro keno ngeli ning ojo keli”. Akan datang jaman perubahan dan kemajuan, manusia boleh mengikuti arus perubahan akan tetapi jangan terhanyut dalam arus tersebut. Untuk itu manajemen sangat dibutuhkan ponpes jika ingin tetap eksis dan terus ikut memberi kontribusi positif serta turut mewarnai peradaban dunia di era globalisasi dalam millennium ketiga saat ini.

C.    Mengelola Perubahan Pondok Pesantren
Manajemen perubahan adalah suatu proses sistematis dalam menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan. Adapun manfaat manajemen perubahan ini sejatinya untuk memberikan solusi dari dampak perubahan yang ada dengan menggunakan metode serta melakukan pengelolaan dampak perubahan tersebut secara terorganisir.  (Nur Nasution, 2010: 20).
Ada banyak stigma negative yang di alamatkan kepada ponpes dalam perkembangannya. Terlepas dari banyak pula kontibusi positif ponpes yang diberikan kepada masyarakat dan bangsa ini. Kritikan ini patut disikapi dengan arif dan tidak mengedepankan emosional. Demi kebaikan dan penyempurnaan dalam memberikan pelayanan kepada umat tidak ada salahnya kalau kita melakukan evaluasi internal.
Di antara stigma negative tersebut misalnya, dikelola dengan kepemimpinan sentralistik, rigit, otoriter, diajar dan dididik para ustadz yang konservatif, lingkungan yang kumuh, kurikulumnya klasik, system social yang tertutup sehingga jauh dari sentuhan informasi dan teknologi yang telah berkembang di dunia luar, kumpulan orang-orang malas (nglomprot), tidak memiliki produktivitas yang tinggi, hanya mementingkan sholih individual dan kurang memperhatikan shalih social serta yang lainnya.
Stigma negative seperti di atas tentu harus ditinjau ulang. Hal ini karena saat ini telah banyak pula ponpes yang mulai berbenah diri untuk menyempurnakan eksistensinya dalam menyikapi stigma negative tersebut. Bahkan disebagian ponpes yang ada telah dimanajemen dengan menggunakan manajemen modern yang professional. Sehingga kesan negative tersebut tidak terjadi lagi.
Untuk melakukan perubahan terhadap sesuatu budaya yang telah mapan memang tidak mudah. Untuk itu diperlukan kometmen untuk mau dan berani melakukan perubahan. Menurut Jones (1998: 513-515) bahwa perubahan ini tentu bisa dilakukan dengan cara evolusioner dan atau revolusioner.
Upaya melakukan perubahan dari segala aspeknya seperti di atas tentu harus tetap menimbulkan kondisi yang lebih baik, sebab tidak semua perubahan yang terjadi akan menimbulkan kondisi yang lebih baik. Perubahan yang tidak direncanakan, spontan, acak tentu akan menimbulkan kondisi yang tidak diinginkan dan bisa bersifat merusak (destruktif). Perubahan hendaknya senantiasa mengandung makna beralih dari keadaan sebelumnya (the befor condition) belum mapan, tidak baik, tidak berkualitas, memiliki stigma negatif menjadi berubah kepada keadaan setelahnya (the after condition) yang sebaliknya. (Winardi, 2010:1)
Namun perlu diingat bahwa melakukan perubahan tidak selalu berlangsung dengan lancar, mengingat bahwa perubahan sering kali disertai aneka macam pertentangan dan konflik yang muncul. Munculnya pertentangan dan konflik ini biasanya datang dari kelompok yang pro akan kemapanan. Hal ini karena mereka terlanjur merasakan enjoy dengan kebiasaan yang telah dilakukan, sehingga tidak mau repot-repot lagi, atau takut terhadap hal-hal yang tidak diketahui, malas dan mengisolasi diri dari mengakses informasi yang terkini,  takut bergesernya kemapanan ekonomi yang telah dinikmati dari segala aspeknya dan yang lainya.
Hal ini seperti yang jelaskan Robbins (1991: 632-644). Menurutnya ada lima macam alasan mengapa individu-individu menentang perubahan:
  1. Perasaan takut terhadap hal-hal yang tidak diketahui
  2. Faktor-faktor ekonomi
  3. Kepastian
  4. Kebiasaan
  5. Pemrosesan informasi secara selektif
Selanjutnya selain dari tentangan perilaku individu seperti penjelasan di atas, ternyata penyebab perubahan tidak selalu berlangsung dengan lancar karena adanya tentangan dari perilaku keorganisasian yang memiliki sifat konservatif.
Menurut Winardi (2010: 7) ada enam penyebab timbulnya tentangan-tentangan keorganisasian yakni:
  1. Ancaman terhadap alokasi sumber-sumber daya yang berlaku
  2. Ancaman terhadap hubungan-hubungan kekuasaan yang sudah mapan,
  3. Ancaman bagi ekspertise (keahlian)
  4. Inertia (kelambanan) struktural
  5. Inertia kelompok
  6. Fokus perubahan yang terbatas
Untuk itu pengelola/pengasuh ponpes dalam hal ini harus berani mengahadapi resiko apapun dan tentangan-tentangan yang terjadi tatkala melakukan perubahan. Namun demikian hrus tetap menggunakan metode/teknik serta menerapkan strategi untuk memperkecil resiko yang tidak diinginkan itu sekecil-kecilnya, tetapi perubahan besar yang diharapkan segera terwujud.
Melakukan perubahan dalam keadaan dan situasi yang penuh dinamika seperti saat ini, apalagi jika telah mengalami kerusakan, kekacauan (turbulence) merupakan sebuah keharusan. Untuk itu upaya melakukan perubahan sudah saatnya tidak boleh ditunda-tunda lagi dan jangan sampai menungguh hingga semuanya mengalami kemunduran serta kehancuran. Jika dalam kondisi semuanya sudah mengalami kemunduran, kehancuran kemudian baru  bergerak, maka percaya atau tidak kita akan menemui dan merasakan penyesalan. Betapa tidak, hal ini menyebabkan ponpes yang dulunya menjadi pusat pendidikan pada akhirnya hanya tinggal bangunannya saja.
Dalam rangka untuk memperkecil resiko dan mengatasi berbagai tentangan terhadap perubahan tersebut maka ada enam macam taktik yang disarankan untuk diterapkan oleh agen perubahan. Adapun taktik yang dimaksud adalah sebagai berikut yakni perlu diberikan pendidikan dan komunikasi yang baik, partisipasi, fasilitas dan bantuan, negosiasi, manipulasi (memanfaatkan informasi dan insenstif agar perubahan bisa diterima) dan kooptasi (mempengaruhi pihak penentang agar membantu perubahan), paksaan (coercion). (Robbins, 1991: 643-644).
Demikian uraian tentang mengelola perubahan ponpes. Untuk itu para pengelola/pengasuh ponpes sudah saatnya perlu memandang kegiatan mereka dalam hal memanaj perubahan sebagai suatu tanggung jawab yang bersifat integral dan bukan sekedar sebagai kegiatan yang sambil lalu. Mereka yang mengabaikannya tentu akan mengalami dampak negative.






* Penulis:
Dosen Fakultas Tarbiyah & Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya
Direktur Program Pascasarja STAI Al-Khoziny Buduran Sidoarjo
Direktur Ponpes Mahasiswa Jagad Alimussirry Surabaya

Read More..

Friday, February 17, 2012

Struktur Kepengurusan BES Tahun 2012


Struktur BES
Read More..

Sunday, February 12, 2012

Jadwal Kuliah Semester II Periode II


JADWAL  KAJIAN
TAHUN AJARAN 2011-2012
PONPES JAGAD 'ÂLIMUSSIRRY
NSPP : 042357807005/510035780031
JL. JETIS KULON VI / 16A TELP. 031.8286562 SURABAYA
UNTUK  MASYARAKAT UMUM

A. Kajian Malam Hari SMT II Periode II-2011/2012


No
Hari
Jenis Kajian Kitab /
Mata Kuliah
Waktu
Dosen / Ustadz / Kyai Pengampu
1.
Ahad
Ihya' Ulumiddin /
Ilmu Tasawuf
18.00 – 19.00 Wib
Dr. Djoko Hartono, M.Ag, M.M

2.

Senin
Kitab Ruh
20.00 – 21.00 Wib
Dr. Djoko Hartono, M.Ag, M.M

3.

Selasa
Bulughul Marom
20.00 – 21.00 Wib
KH. Muh. Yahya Chozin

4.

Rabu
Ushul Fiqih
20.00 – 21.00 Wib
Suwita, M.HI


5.
Kamis
1. Tafsir Al-Qur'an
(Jalalain)
2. Istighotsah
20.00 – 21.30 Wib

21.30 – 22.00 Wib
Dr. Djoko Hartono, M.Ag, M.M

6.

Jum'at
Bhs. Inggris 2
20.00 – 21.00 Wib
Suherman, S.Pd


B. Kajian Pagi Hari SMT II Periode II-2010/2011


No.
Hari
Jenis Kajian Kitab /
Mata Kuliah
Waktu
Dosen / Ustadz / Kyai Pengampu
1.
Senin
Ta’lim Muta’alim

05.00 – 06.00 Wib
Dr. Djoko Hartono, M.Ag, M.M
2.
Selasa
Fiqih Wadhih
05.00 – 06.00 Wib
KH. Muh. Yahya Chozin
3.
Rabu
Problematika Pendidikan
05.00 – 06.00 Wib
Dra. Ramayanti, M.Pd
4.
Kamis
Bhs. Arab 2
05.00 – 06.00 Wib
Bakhruddin, M.Pd.I
5.
Jum'at
Nashoihul Ibad
05.00 – 06.00 Wib
Ketut Abid Halimi, M.Pd.I
6.
Sabtu
Qiro’at
05.00 – 06.00 Wib
Ketut Abid Halimi, M.Pd.I
ü  Kajian dimulai : Hari  Senin, 06 Februari 2012
ü  Keterangan lebih lanjut Hub. 031.8286562

Direktur Ponpes “JA”
      Ttd
Dr. Djoko Hartono, MAg, MM
Read More..
 
Copyright 2011 @ PONPES MAHASISWA JAGAD 'ALIMUSSIRRY !