Tuesday, February 7, 2012
Kepemimpinan Sukses Berbasis Spiritualitas
Persoalan yang menyangkut
spiritualitas, sesungguhnya dapat dijumpai dalam semua agama, tak terkecuali
dalam Islam. Sedang pada penganut agama selain Islam secara empirik dalam
penelitian tesis terbukti mereka juga melakukannya. (Djoko Hartono: 2004). Spiritualitas
ini ternyata tidak saja dilakukan di lingkungan organisasi/perusahaan
manufaktur Wibisono (2002), dalam perusahaan jasa seperti di lembaga pendidikan
upaya melakukan spiritualitas ternyata menjadi paradigma yang dikembangkan oleh
pemimpin organisasi tersebut baik mereka yang beragama Islam ataupun selain
Islam. Kenyataan ini menjadi temuan yang dilakukan penulis ketika melakukan
penelitian tesis untuk studi S2. Namun penelitian disertasi yang dilakukan
Wibisono tersebut berkaitan dengan spiritualitas Islam dan pengaruhnya terhadap
kinerja para karyawan sedang pada penelitian tesis penulis berkaitan dengan
spiritualitas secara umum (tidak hanya Islam), pengaruhnya terhadap keberhasilan
kepemimpinan kepala sekolah.
Ada tiga paradigma yang berbeda dari kedua
penelitian tersebut yakni variabel penelitian dan objek serta hasil temuannya.
Apa yang dilakukan Wibisono variabel independennya spiritualitas Islam dan
variabel dependennya kinerja karyawan serta objeknya perusahaan manufaktur.
Adapun pada tesis penulis variabel independennya spiritualitas secara umum
(tidak hanya Islam), variabel dependennya para kepala sekolah dan objeknya
institusi pendidikan umum. Untuk temuan Wibisono, motivasi spiritual (doa,
salat lima waktu dan puasa ramadan) berpengaruh negatif terhadap kinerja
karyawan sedang dalam temuan dalam tesis penulis waktu itu motivasi spiritual
(umum) berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan kepemimpinan.
Bertitik tolak dari keduanya penulis
melakukan penelitian disertasi yang berbeda dari penelitian sebelumnya seperti
di atas. Meskipun variabel independennya sama-sama spiritualitas namun memiliki
perbedaan yakni spritualitas Islam yang menyangkut salat tahajud, salat duha, salat
hajat, puasa Senin Kamis dan variabel dependennya keberhasilan kepemimpinan
dengan objek para kepala SMP Islam favorit di Surabaya yang berjumlah tiga puluh
orang. Adapun penetapan favorit ini peneliti dasarkan pada banyaknya jumlah
siswa minimal 250 siswa ke atas. Hal ini sesuai teori yang dikemukakan Aan Komariah dan Cepi Triatna (2008:29)
bahwa sekolah yang dicari, tidak pernah sepi pengunjung, tidak kehilangan
pelanggan bisa dikata sebagai sekolah favorit. Untuk variabel dependen,
indikator keberhasilan kepemimpinan itu terdiri dua hal yakni pertama, apa yang telah dicapai oleh
organisasi (organizational
achievement) dan kedua, pembinaan terhadap organisasi (organizational
maintenance) (Abdul Azis Wahab: 2008). Pada organizational achievement menyangkut: Produksi sekolah
(jumlah siswa) meningkat, Produk berkualitas (siswa lulus ujian nasional), Keuntungan
dana meningkat, Program inovatif terwujud sedang pada organizational
maintenance menyangkut: Bawahan puas (tidak protes dengan gaji/honor), Bawahan
termotivasi (melakukan kebijakan yang ada), Bawahan semangat bekerja (disiplin
waktu).
Ada tiga Profesor yang menjadi
promotor/pembimbing dalam penelitian ini, yakni Prof. Dr. H. M. Sholeh, M.Pd.
(pakar tahajud), PNI, Prof. Dr. H. Ali Haidar, M.A.
(pakar fiqih politik Islam) dan Prof. Dr. Moeheriono, M.Si (pakar manajemen
sumberdaya manusia). Penelitian ini diarahkan pada suatu tujuan untuk
mengetahui spiritualitas yang menyangkut
salat tahajud, duha, hajat, dan puasa Senin Kamis, dan keberhasilan kepemimpinan
para kepala SMP Islam favorit di Surabaya saat ini serta besarnya pengaruh
spiritualitas terhadap keberhasilan kepemimpinan.
Adapun temuan-temuan dalam penelitian ini dapat
disimpulkan sebagai berikut:
Pertama, para
kepala SMP Islam favorit di Surabaya ternyata melakukan upaya spiritualitas.
Hal itu terbukti dengan adanya perbedaan intensitas spiritualitas Islam antara
sebelum dengan ketika menjadi kepala sekolah. Ketika menjabat, spiritualitas
kepala SMP Islam favorit di Surabaya lebih baik daripada sebelum menjabat. Hal
ini terbukti, dari 30 kepala sekolah sebelum menjabat kebanyakan mereka telah
melakukan spiritualitas (salat tahajud, dan puasa Senin Kamis) pada intensitas
sering dan (salat duha dan salat hajat) pada intensitas sebagian sering, sebagian
kadang-kadang. Namun ketika menjabat pada semua spiritualitas (salat tahajud,
salat duha, salat hajat dan puasa Senin Kamis) yang dilakukannya, kebanyakan
responden melakukan pada intensitas sering.
Ketika menjabat sebagai kepala sekolah, dalam melakukan upaya spiritualitas
ini dari 30 respoden yang ada, ternyata ada 25% yang meningkatkan
intensitasnya, dan ada pula yang melakukan spiritualitas dengan istiqamah,
mereka ada 63% dan hanya ada 12% yang mengalami penurunan intensitas. Mereka
yang melakukan peningkatan intensitas karena memiliki motivasi ingin lebih
mendekatkan diri kepada Allah dan agar senantiasa menerima bantuan dan
pertolongan dari Allah. Mereka yang melakukan dengan istiqamah karena beribadah
dengan istiqamah merupakan perintah agama dan dengannya Allah memberi bimbingan
dalam menjalankan kepemimpinan sehingga meraih kesuksesan. Sedangkan mereka
yang mengalami penurunan intensitas spiritualitas disebabkan karena telah
merasa mendapatkan yang diharapkan, capek dan lelah akibat banyaknya pekerjaan
dan tanggung jawab keseharian sebagai kepala sekolah sehingga mereka sering
meninggalkan spiritualitas yang sebelumnya dilakukan.
Dalam melakukan spiritualitas di atas, para kepala SMP Islam favorit di
Surabaya kebanyakan (53%) karena mencari
rida Allah dan sisinya (47%) melakukannya selain karena Allah juga berharap
kesuksesan. Mereka yang melakukan hanya mencari rida Allah karena merupakan
dorongan dari dalam diri untuk memenuhi kebutuhan agar bisa lebih dekat,
memperoleh hubungan langsung, berkomunikasi serta berdialog dengan Allah.
Sedang mereka yang melakukan karena Allah dan juga berharap sukses disebabkan mengharap sesuatu kepada Allah merupakan
perintah Allah sendiri sehingga Allah memenuhi kebutuhan dan cita-citanya.
Kedua, secara empirik
dari hasil penelitian ini ditemukan, ternyata di SMP Islam favorit Surabaya
jumlah siswanya mengalami peningkatan (ada 23 sekolah) 76,7%, para siswanya
lulus dalam ujian nasional baik lulus langsung atau harus melalui ujian ulang
(ada 25 sekolah / 83,3%), keuntungan dana mengalami peningkatan (ada 23 sekolah
/ 76,7%), kebanyakan program-program inovasinya terwujud (ada 25 sekolah / 83,3%),
dan semua bawahan puas dengan gaji (ada 23 sekolah / 76,7%), kebanyakan bawahan
tidak protes dengan kebijakan yang dibuat (ada 18 sekolah / 60%), kebanyakan
bawahan datang sebelum jam kerja dimulai dan pulang setelah tanggung jawab
harian selesai (ada 17 sekolah / 56,7%).
Ini merupakan petunjuk bahwa para Kepala
SMP Islam favorit yang ada sesungguhnya berhasil baik dalam menjalankan
kepemimpinannya. Adapun keberhasilan kepemimpinan yang lebih besar terletak
pada apa yang diperoleh dari organisasi (organizational achievement)
daripada organizational maintenance. Hal ini terbukti kebanyakan
responden menjawab empat indikator milik organizational achievement pada poin (b). Sedang pada organizational
maintenance yang memiliki tiga indikator kebanyakan responden hanya
menjawab dua indikator saja pada poin (b).
Ketiga, spiritualitas
yang dilakukan para kepala SMP Islam favorit Surabaya ternyata berpengaruh
positif terhadap keberhasilan kepemimpinan. Mereka yang melakukan spiritualitas dengan
istiqamah dan terus meningkatkan intensitasnya secara empirik ternyata lebih
berhasil dalam kepemimpinan, daripada yang mengalami penurunan intensitas.
Hal ini sangat beralasan karena dengan
istiqamah dan terus meningkatkan intensitas dalam melakukan spiritualitas,
mereka menjadi lebih dekat dengan Allah. Kedekatan dengan Allah ini membuat
mereka senantiasa merasakan ketenangan hati dan kejernihan dalam berpikir.
Keadaan personal yang kondusif ini membuat mereka ketika bertutur kata menjadi
mantap, berbobot, ketika beraktivitas menjadi terarah dan penuh keoptimisan,
serta memunculkan sikap perilaku yang menyenangkan semua pihak. Sehingga para
bawahan tidak terasa terpengaruh untuk bersama-sama bergerak dan beraktivitas
mewujudkan keberhasilan organisasi yang dipimpin.
Demikian pula para kepala sekolah yang
dalam melaksanakan spiritualitas di samping mencari rida Allah juga berharap
sukses, ternyata mengalami keberhasilan kepemimpinan lebih baik dari pada yang
melakukan dengan hanya mencari rido Allah saja. Hal ini sangat beralasan,
karena mereka yang melakukan spiritualitas di samping mencari rida Allah, juga
berharap sukses ini, ternyata memiliki nilai tambah (plus). Nilai
tambahnya yakni meraka juga melakukan perintah Allah untuk berdo’a dan berharap
kepada-Nya. Harapan dan do’anya ini tentu akan diwujudkan Allah sesuai dengan
janji-Nya.
Harapan dan do’a ini menimbulkan sikap
optimis dan motivasi dalam diri. Sehingga dari sini maka bisa dilihat bahwa
mereka yang berharap kepada Allah tampak lebih optimis dan memiliki motivasi
lebih besar daripada yang tidak berharap. Keoptimisan dan motivasi yang lebih
besar ini menjadi sebab mereka bangkit dan tergerak melangkah dengan mantap,
terarah untuk meraih serta mewujudkan kesuksesan kepemimpinannya. Inilah cara
Allah mewujudkan harapan dan do’a mereka seperti yang dijanjikan kepada
hamba-Nya jika berharap dan berdo’a kepada-Nya.
Selanjutnya diketahui pula setelah diuji
dengan teknik analisis chi kuadrat dan nilai
koefisien kontingensi yang ada dibandingkan dengan C maks dengan program SPSS
15.0.maka spiritualitas (salat tahajud, salat duha, salat hajat, puasa
Senin Kamis) ternyata berpengaruh signifikan terhadap keberhasilan kepemimpinan
dengan keeratan pengaruhnya rata-rata sebesar 72,73%.
Selain itu alasan diterimanya hipotesis
itu adalah jika dilihat dari 4 spiritualitas masing-masing harus mempengaruhi 7
indikator keberhasilan kepemimpinan maka spiritualitas harus mempengaruhi 28
indikator yang ada, sedang dari 28 indikator yang harus dipengaruhi, ternyata
yang tidak berpengaruh hanya ada 5 (17,9%) indikator saja dan sisinya ada 23
(82,1%) indikator yang dapat dipengaruhi spiritualitas.
Untuk itu hipotesis yang berbunyi bahwa
spiritualitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan
kepemimpinan para kepala SMP Islam favorit di Surabaya diterima, kecuali pada
beberapa indikator keberhasilan kepemimpinan, salat duha, salat hajat, dan
puasa Senin Kamis pengaruhnya terhadap kepuasan gaji yang diterima para bawahan
rendah (tidak berpengaruh) dan salat duha pengaruhnya terhadap kebijakan yang
diterima bawahan rendah (tidak berpengaruh), salat hajat pengaruhnya terhadap
disiplin kerja juga rendah (tidak berpengaruh).
Rendahnya (tidak adanya) pengaruh tersebut
karena ada faktor lain yang mempengaruhinya yakni eksternal. Faktor eksternal
ini di antaranya kebijakan yayasan/pemerintah bagi PNS DPK dalam menetapkan
gaji dan yayasan telah menempatkan para guru, karyawan pada sekolah tersebut
sesuai dengan kebutuhan, dan tingkat kompetensinya. Faktor eksternal ini,
disebut variabel pengganggu (distorter variable). Hal ini karena
keberadaannya dapat menyebabkan pengaruh variabel independen terhadap sebagian
indikator keberhasilan kepemimpinan di atas menjadi mengecil.
Adapun faktor internal yang turut
mempengaruhi rendahnya pengaruh di atas yakni tingkat emosional, kekhusyukan,
keikhlasan, keistiqamahan, atau peningkatan dan pengharapan sukses para kepala
sekolah ketika melakukan spiritualitas. Faktor internal ini sesungguhnya
menjadi variabel antara (intervening variable). Hal ini karena apabila
variabel tersebut dimasukkan, hubungan statistik yang semula nampak antara dua
variabel menjadi lemah atau bahkan lenyap.
Implikasi Teoritik
Hasil temuan dalam penelitian
ini jika dikaitkan dengan teori dan temuan sebelumnya maka mengandung implikasi
mendukung, mengembangkan dan menolak bahkan menjadi temuan baru khususnya dalam hal spiritualitas Islam dan kepemimpinan
di institusi pendidkan Islam. Dengan ditemukan bahwa
spiritualitas (salat tahajud, duha, hajat dan puasa Senin Kamis) berpengaruh
secara signifikan terhadap keberhasilan kepemimpinan maka mengandung implikasi
sebagai berikut.
Hasil penelitian ini mendukung teorinya Gay
Hendricks dan Kate Goodeman (2001) yang mengatakan bahwa pada pasar global
nanti akan ditemukan orang-orang suci, mistikus atau sufi di dalam
perusahaan-perusahaan besar atau organisasi-organisasi modern bukan hanya di
tempat-tempat ibadah saja. Mendukung teorinya Paul Stange pakar mistisisme dari
Murdoch University Australia yang mengatakan, bahwa “unsur spiritual
benar-benar mewarnai kesuksesan para pemimpin Indonesia dalam menjalankan
kekuasaannya.” Temuan ini juga
mendukung teori William James (2003), seorang pakar mistisisme yang mengatakan
bahwa: “…pengalaman spiritual merupakan satu-satunya gerbang menuju kehidupan
yang lebih bahagia.” Sedang bagi para kepala sekolah akan menjadi bahagia jika
berhasil dalam kepimimpinannya.
Ruslan
Abdulgani seperti yang dikutib Nanang Fattah (2004), juga mengemukakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi kesuksesan dalam proses kepemimpinan yakni
mempunyai kelebihan dalam hal menggunakan pikiran, rohani (spiritualitas),
jasmani. Simuh (2003) mengemukakan bahwa tidak hanya rakyat kecil dan
masyarakat pedesaan saja, mereka yang hidup di metropolis, bisnismen bahkan
pejabat seringkali melakukan upaya spiritualitas. Misalnya ketika pemilihan lurah, bupati/walikota,
gubernur, bahkan presiden hingga ketika memimpin dan menduduki jabatan mereka
tidak bisa lepas dari upaya ini demi kesuksesan pekerjaannya.
Temuan dalam penelitian ini juga
mengembangkan temuan-temuan lain yang telah ada, seperti temuan: Moh. Sholeh (2000)
dari sisi medis bahwa salat tahajud ternyata berpengaruh terhadap peningkatan
respons ketahanan tubuh imunologik. Wibisono
(2002) membuktikan dari hasil penelitiannya bahwa motivasi spiritual (aqidah
dan muamalat) berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Muafi (2003) membuktikan bahwa motivasi
spiritualitas (aqidah, ibadah, muamalah) berpengaruh positif terhadap kinerja. Tobroni (2005) dari hasil penelitiannya
menemukan, bahwa kepemimpinan spiritual dapat menciptakan noble industry
yang efektif, yakni budaya organisasi yang kondusif, proses organisasi yang
efektif dan inovasi-inovasi dalam organisasi. Kepemimpinan spiritual terbukti
dapat mengembangkan organisasi. Fred. R. David (2002) dari sisi manajemen
mengemukakan bahwa para spiritualis yang mempunyai pengalaman yang bersifat metafisik,
akan memiliki kekuatan yang lembut untuk menggerakkan aktivitas menuju
kesuksesan. Popper dari sisi filsafat seperti yang dikutib Berten (2003) mengemukakan
bahwa “pengalaman spiritualitas yang bersifat metafisika bukan saja dapat
bermakna, tetapi dapat benar juga, walaupun baru menjadi ilmiah kalau sudah
teruji dan dites (falsifiabilitas). Temuan dalam penelitian ini setelah
diuji dengan metode ilmiah maka ternyata spiritualitas berpengaruh terhadap
keberhasilan kepemimpinan yang kebenarannya bisa dipertanggungjawabkan.
Temuan dalam penelitian ini juga menolak
temuan dan teori yang dikemukakan oleh Wibisono
(2002), walaupun tidak berkaitan dengan kepemimpinan hasil temuannya secara
realita empirik menyatakan bahwa motivasi spiritual ternyata berpengaruh
negatif terhadap kinerja karyawan. Ini memiliki implikasi, apabila motivasi
spiritual (salat lima waktu, puasa ramadan) karyawan meningkat, maka kinerja
mereka akan menurun. Penolakan terhadap temuan Wibisono ini karena
spiritualitas berpengaruh positif pada keberhasilan kepemimpinan yang ada.
Sedang Wibisono, motivasi spiritual ternyata berpengaruh negatif tetapi pada
kinerja karyawan dan bukan pada kepemimpinan. C. Stephen Evans (1982), juga
menyatakan bahwa pengalaman spiritualitas ini kurang bisa diuji secara
publik/intersubjektif. Penolakan terhadap teori ini karena spiritualitas
ternyata dapat diuji secara publik yang hasilnya berpengaruh terhadap
keberhasilan kepemimpinan. Simuh (2003) yang menyatakan bahwa spiritualitas
keberadaannya akan menjadi penghambat kemajuan dan menimbulkan kemunduran
selama berabad-abad. Namun dari hasil penelitian ini bukan menimbulkan
kemunduran tapi justru kemajuan karena membawa kepemimpinan menjadi sukses.
Penulis: Dr. Djoko
Hartono, S.Ag, M.Ag, M.M