Thursday, March 1, 2012
Masyarakat dan Kemiskinan (Akar Persoalan dan Solusinya) Oleh Dr. Djoko Hartono, M.Ag, M.M
Masalah
kemiskinan dibanyak negara nampaknya menjadi issue penting dan aktual,
menjadi masalah sosial tak habis dikupas
untuk dicari jalan keluarnya. Kemiskinan merupakan masalah terbesar sepanjang
zaman dalam komunitas manusia, yang padanya justru diamanatkan untuk mengelola
bumi yang dihuninya. Dalam literatur Islam, ada banyak kata untuk menyebut
keberadaan kondisi umat yang tidak berdaya secara ekonomi ini. Kata-kata tersebut antara lain al-sail, al-mahrum, al-faqir dan al-miskin.
Secara etimologi-sintaksis, kata tersebut memiliki makna peminta-minta, orang
yang dihalangi kepemilikan harta, orang yang butuh dan orang yang diam tidak
punya apa-apa. Terkadang, pengertian dari salah satu kata tersebut
dimaksud sebagai pengertian kata yang lain. Hanya saja, meskipun secara
redaksional berbeda, tetapi kata-kata tersebut menunjukkan kondisi
ketidakberdayaan ekonomi.
Kemiskinan
sesungguhnya merupakan “penyakit ganas” yang akan berdampak negative tidak
hanya pada kehidupan individu tetapi juga pada kehidupan sosial, termasuk juga
pada dimensi aqidah, perilaku (moral), pemikiran, peradaban, kebahagian rumah
tangga bahkan kehidupan manusia secara umum. Mengapa masyarakat menjadi jatuh
miskin dalam hidupnya ? Apa yang salah di negeri yang alamnya subur dan kaya
ini ? atau Apakah hal ini sudah menjadi kodrat hidupnya ? Serta Bagaimana
solusi mengangkat derajat sosial ekonomi mereka ?
v Akar Persoalan
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat jatuh miskin, yakni internal dan
eksternal. Faktor internal yang mewujudkan kemiskinan berkepanjangan menimpa masyarakat,
yakni degenerasi moral, hilangnya dinamisme akibat dogmatisme dan kekakuan
memahami ajaran agama, rendahnya etos kerja, tidak memanfaatkan potensi secara
optimal, rendahnya pendidikan, kemerosotan dalam kegiatan intelektual dan
ilmiah, perpecahan diantara umat / masyarakat,
pemborosan atau pola hidup konsumtif, mudah putus asa. Adapun faktor
eksternalnya yakni perekonomian yang berbasis kapitalisme dan sosialis,
peperangan yang berkelanjutan, kemerosotan pada hasil-hasil pertanian,
kerajinan dan perdagangan; pengurasan dan hilangnya barang tambang serta logam
mulia; bencana alam.
Kemiskinan
yang telah berjalan dalam rentang ruang dan waktu yang panjang memastikan,
bahwa gejala tersebut tidak cukup diterangkan sebagai realitas ekonomi.
Artinya, ia tidak sekedar gejala keterbatasan lapangan kerja, pendapatan,
pendidikan dan kesehatan masyarakat. Ia sudah menjadi realitas system/struktur
dan tata nilai kemasyarakatan. Ia merupakan suatu realitas budaya yang antara
lain berbentuk sikap menyerah kepada keadaan.
Namun
demikian bukan berarti sejak semula mereka tidak mempunyai faktor-faktor
kultural yang dinamis. Mereka terbelakang dan miskin karena
kesempatan-kesempatan tidak diberikan kepada mereka. Atau mereka miskin oleh
karena kesempatan-kesempatan telah dihancurkan dari mereka. Sehingga akhirnya
dalam waktu yang lama menjadi melembaga dalam budaya kehidupan masyarakat (culture of poverty) bahwa mereka dari
dulu hingga sekarang bersikap tergantung, cenderung pasra terhadap nasib.
v
Solusi
Pengentasan Kemiskinan
Melihat
akar persoalan di atas nampaknya untuk mengentas kemiskinan di masyarakat kita
agak cukup sulit. Hal ini karena kemiskinan di negeri ini sudah menjadi budaya
permanen yang mengakar kuat hingga membentuk sistem yang terstruktur dalam
masyarakat luas. Namun demikian bukan berarti harus dibiarkan terus menerus.
Dalam kaitan usaha ini, perlu ada kesungguh baik dari pihak penguasa,
masyarakat serta individu yang terjatuh dalam kemiskinan.
Usaha
yang sangat mendasar dan krusial yang segera direalisasikan adalah dengan
memperhatikan kualitas pendidikan di negeri ini dalam segala aspeknya.
Nampaknya melalui pendidikan yang baik dan bermutu sudah dapat diharapkan akan
mampu mendongkrak kemiskinan yang ada. Pendidikan itu meliputi pendidikan multi
dimensi yang disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan masyarakat miskin itu
sendiri. Baik itu menyangkut pengembangan skills,
serta pendidikan multikultural. Pendidikan itu juga harus mengedepankan etika
dan hati nurani yang dalam.
Selain
dari pada itu perlu terus pula di tumbuh kembangkan iklim dan model ekonomi
yang beretika dan berhati nurani dalam masyarakat negeri ini yang ada. Sehingga ketimpangan
dalam masyarakat bisa dieliminasi, bukan sebaliknya yang bermodal semakin
menjadi kaya dan yang miskin semakin tercekik dengan kemiskinannya.
Saya
kira dengan modal pendidikan yang berkualitas yang didukung kepedulian elemen
masyarakat yang bermodal serta kepercayaan dan kesempatan mengembangkan diri pada
si miskin maka kemiskinan akan terkatrol dari masyarakat kita. Bukan sebaliknya
mereka malah dieksploitasi, diintimidasi, digusur dan dilibas begitu saja tanpa
ada solusinya, di saat mereka lagi memulai upaya mengembangkan potensi dirinya.